Tetes embun yang masih tersisa di dahan, menambah
kesejukan pagi ini. Ditambah lagi suara kicauan burung menambah indah pagi ini.
Suara itu terus terdengar begitu dekat ditelingaku sehinggamengingatkanku pada
sang khalik.
Pagi ini rasanya cerah, sang surya mengintip dari
balik jendela kamarku. Semburat sinarnya menerpa
wajahku yang masih terjaga, seakan menyuruhku
untuk cepat bangun.
Sinarnya terus masuk hingga terasa menusuk di tulang belulang.
“Wah, aku harus bangun..” Begitu pikirku sambil berusaha keras membangunkan badan yang masih ingin terjaga terus.
Kutengok jam dinding menunjukan pukul 06.30. Sepertinya aku harus bersiap-siap dengan segera. 30 menit habis sudah dengan persiapan hingga berangkat ke sekolah.
Dengan berseragam putih biru, saya dengan cepat di sekolah. Pukul 07.30, semua anak sekolah masuk ke ruang kelas masing-masing. Suasana sepi terlihat di depan halaman sekolah. Masing-masing kelas memuai aktifitas belajar mengajar dengan jadwalnya masing-masing. Begitu juga dengan kelas kami.
sewaktu menunggunggu guru masuk klas, tiba-tiba ada suara mengagetkanku dari depan sambil memukul bahuku, “ Hey, Chika..”
Ku tatap orang ini, Ehh rupanya dia sahabatku, Natalis Nokuwo. Ya, dia sahabatku. Aku selalu bersamanya kemanapun dia pergi. Dia lucu, baik hati dan sangat cerdas.
“hay kawan..” sahutku memulai percakapan.
Happy birdday yah.. Semoga tambah pintar, baik, cantik dan tidak nakal lagi ” Sahutnya sambil memberi ucapan ulang tahuku yang ke 16 tahun.
Sinarnya terus masuk hingga terasa menusuk di tulang belulang.
“Wah, aku harus bangun..” Begitu pikirku sambil berusaha keras membangunkan badan yang masih ingin terjaga terus.
Kutengok jam dinding menunjukan pukul 06.30. Sepertinya aku harus bersiap-siap dengan segera. 30 menit habis sudah dengan persiapan hingga berangkat ke sekolah.
Dengan berseragam putih biru, saya dengan cepat di sekolah. Pukul 07.30, semua anak sekolah masuk ke ruang kelas masing-masing. Suasana sepi terlihat di depan halaman sekolah. Masing-masing kelas memuai aktifitas belajar mengajar dengan jadwalnya masing-masing. Begitu juga dengan kelas kami.
sewaktu menunggunggu guru masuk klas, tiba-tiba ada suara mengagetkanku dari depan sambil memukul bahuku, “ Hey, Chika..”
Ku tatap orang ini, Ehh rupanya dia sahabatku, Natalis Nokuwo. Ya, dia sahabatku. Aku selalu bersamanya kemanapun dia pergi. Dia lucu, baik hati dan sangat cerdas.
“hay kawan..” sahutku memulai percakapan.
Happy birdday yah.. Semoga tambah pintar, baik, cantik dan tidak nakal lagi ” Sahutnya sambil memberi ucapan ulang tahuku yang ke 16 tahun.
“ Oo iya Nat,
hari ini ulang Tahunku. Aku lupa.. “ Jawabku kaget. Itulah sahabat, saling
mengingatkan. Begitu yang terlintar di benak kecilku. Bangga punya sahabat
seperti dia.
“ hhhmm.. Iya makasih Natalis jelek “ Jawabku terharu mendengarnya.
“ Aahh.. Selalu saja, memangnya aku jelek gitu..? ” Tanya Natalis sambil senyum-senyum kecil.
“hahahaha.. kau ini. Bercanda ah..” Jawabku sambil mengacak-acak rambutnya. J
Namaku Chika, aku tinggal bersama mamaku di sebuah rumah yang cukup besar. Ayahku meninggal sejak masih berumur 5 tahun. Hidupku cukup menyenangkan dan semua kebutuhanku terpenuhi. Semua ini berkat peninggalan ayah. Dia mewariskan hartanya kepada aku dan mama. Tapi itu tak membuatku manja dan terlena dengan harta peninggalan ayahku. Teman-teman mengenalku sebagai cewe cuek.
“ Yah udah, aku balik ke kelasku ya Chika.. Bentar ketemu saat istirahat “ sahut Natalis.
“Yahh udah, Okelah.. Makasih ya Nat “ Jawabku mengiyakannya.
“ hhhmm.. Iya makasih Natalis jelek “ Jawabku terharu mendengarnya.
“ Aahh.. Selalu saja, memangnya aku jelek gitu..? ” Tanya Natalis sambil senyum-senyum kecil.
“hahahaha.. kau ini. Bercanda ah..” Jawabku sambil mengacak-acak rambutnya. J
Namaku Chika, aku tinggal bersama mamaku di sebuah rumah yang cukup besar. Ayahku meninggal sejak masih berumur 5 tahun. Hidupku cukup menyenangkan dan semua kebutuhanku terpenuhi. Semua ini berkat peninggalan ayah. Dia mewariskan hartanya kepada aku dan mama. Tapi itu tak membuatku manja dan terlena dengan harta peninggalan ayahku. Teman-teman mengenalku sebagai cewe cuek.
“ Yah udah, aku balik ke kelasku ya Chika.. Bentar ketemu saat istirahat “ sahut Natalis.
“Yahh udah, Okelah.. Makasih ya Nat “ Jawabku mengiyakannya.
Dia kembali ke kelasnya. Ya, memang kami beda kelas. Dia
di kelas VII B sedangkan aku di kelas VII A.
Masih di kursi yang biasa aku tempati. Pagi ini berbeda rasanya. Ruang kelas terasa sunyi, sepi, begitu juga suasana lingkunga sekolah pagi itu.
Kuambil buku yang akan dipelajari hari ini. Lembar demi lembar kubuka, beberapa halaman kucerna.
Tak tahu entah kenapa, tiba-tiba kepalaku pusing. Rasa pening menguasai kepala dan semuanya mulai terasa gelap. Untungnya perasaan sadar masih terasa. Jadi aku tidak sampai pingsan.
Memang akhir-akhir ini aku sering merasakan pusing yang sangat hebat, tapi anehnya rasa sakit yang hampir membuat saya pingsan itu tidak bertahan lama.
Satu-persatu sahabat datang menemuiku. Selain Natalis Nokuwo, ada juga Melianus Tebai, Alex Magai, Yusuf dogomo dan Perdi magai. Ya, mereka semua laki-laki, hanya saya seorang perempuan. Kami adalah sahabat.
sempat berpikir, mereka tidak akan ingat hari spesialku. “ Mereka pasti tidak akan mengingatkannya..”
Seperti biasa, kami selalu bercanda tawa bersama. Natalis Nokuwo, dia paling lucu di antara kita. Kadang kekonyolannya yang membuat kami tertawa terbahak-bahak. Melianus Tebai, dia anak yang pintar dan berbakat dalam bidang musik. Alex Magai, dia keren sehingga banyak teman-teman di sekolah yang menyukainya. Yusuf Dogomo, dia pintar matematika. Perdi Magai, lahir di Amerika dan pindah ke Indonesia sejak usia 8 tahun. Perdi agak pendiam. Karakter kita memang berbeda tapi perbedaan itulah yang membuat warna di dalam persahabatan hidup kita.
“ Krriinngg… kkrriinngg… krriinngg…” Suara bel sekolah berbunyi.
Tak terasa hari ini berlalu begitu cepat. Memang benar, sahabat-sahabat ku tak ingat hari ulang tahunku. Takan ada ucapan bahagia dari sahabat-sahabatku. Aku bergegas melangkahkan kaki kecilku untuk segera pulang.
“ Happy birthday Chika Dogomo.. Happy birthday.. Happy birthday.. Happy birthday Chika dogomo..” Hah suara itu.
Masih di kursi yang biasa aku tempati. Pagi ini berbeda rasanya. Ruang kelas terasa sunyi, sepi, begitu juga suasana lingkunga sekolah pagi itu.
Kuambil buku yang akan dipelajari hari ini. Lembar demi lembar kubuka, beberapa halaman kucerna.
Tak tahu entah kenapa, tiba-tiba kepalaku pusing. Rasa pening menguasai kepala dan semuanya mulai terasa gelap. Untungnya perasaan sadar masih terasa. Jadi aku tidak sampai pingsan.
Memang akhir-akhir ini aku sering merasakan pusing yang sangat hebat, tapi anehnya rasa sakit yang hampir membuat saya pingsan itu tidak bertahan lama.
Satu-persatu sahabat datang menemuiku. Selain Natalis Nokuwo, ada juga Melianus Tebai, Alex Magai, Yusuf dogomo dan Perdi magai. Ya, mereka semua laki-laki, hanya saya seorang perempuan. Kami adalah sahabat.
sempat berpikir, mereka tidak akan ingat hari spesialku. “ Mereka pasti tidak akan mengingatkannya..”
Seperti biasa, kami selalu bercanda tawa bersama. Natalis Nokuwo, dia paling lucu di antara kita. Kadang kekonyolannya yang membuat kami tertawa terbahak-bahak. Melianus Tebai, dia anak yang pintar dan berbakat dalam bidang musik. Alex Magai, dia keren sehingga banyak teman-teman di sekolah yang menyukainya. Yusuf Dogomo, dia pintar matematika. Perdi Magai, lahir di Amerika dan pindah ke Indonesia sejak usia 8 tahun. Perdi agak pendiam. Karakter kita memang berbeda tapi perbedaan itulah yang membuat warna di dalam persahabatan hidup kita.
“ Krriinngg… kkrriinngg… krriinngg…” Suara bel sekolah berbunyi.
Tak terasa hari ini berlalu begitu cepat. Memang benar, sahabat-sahabat ku tak ingat hari ulang tahunku. Takan ada ucapan bahagia dari sahabat-sahabatku. Aku bergegas melangkahkan kaki kecilku untuk segera pulang.
“ Happy birthday Chika Dogomo.. Happy birthday.. Happy birthday.. Happy birthday Chika dogomo..” Hah suara itu.
Ternyata aku salah. Sekarang di belakangku sudah ada
Natalis nokuwo, Alex magai, Yusuf dogomo, Melianus tebai dan Perdi magai.
Mereka menyanyikan lagu ulang tahun. Memberikan kado ulang tahun. Mereka memberikan surprise kepadaku. Wah, kali ini sahabat-saabatku berhasil membuat aku terkejut.
“ Happy birthday Chika.. Sorry yah, kita telat mengucapkannnya. Kami sengaja mengucapkan terakhir. Hanya ingin buat kejutan. Kita tidak bisa kasih apa-apa ke Chika, tapi kami harap persahabatan yang sudah kita jalani bisa menjadi kado yang terindah di dalam hidup Chika. Wish you all the best Chika, kita semua sayang Chika ” ucap Natalis, dengan sebuah kue tart di tangannya.
Aku terharu mendengar ucapan Natalis.
Lanjut Natalis, “Chika kamu tahu, bagiku ada 2 hal yang terindah di dalam kehidupan Chika. Pertama, Chika memiliki seorang ibu yang hebat. Kedua, Chika telah mengenal kita semua dan telah menjadi bagian dari hidup Chika yang begitu berharga. Makasih buat semuanya ”
Mereka menyanyikan lagu ulang tahun. Memberikan kado ulang tahun. Mereka memberikan surprise kepadaku. Wah, kali ini sahabat-saabatku berhasil membuat aku terkejut.
“ Happy birthday Chika.. Sorry yah, kita telat mengucapkannnya. Kami sengaja mengucapkan terakhir. Hanya ingin buat kejutan. Kita tidak bisa kasih apa-apa ke Chika, tapi kami harap persahabatan yang sudah kita jalani bisa menjadi kado yang terindah di dalam hidup Chika. Wish you all the best Chika, kita semua sayang Chika ” ucap Natalis, dengan sebuah kue tart di tangannya.
Aku terharu mendengar ucapan Natalis.
Lanjut Natalis, “Chika kamu tahu, bagiku ada 2 hal yang terindah di dalam kehidupan Chika. Pertama, Chika memiliki seorang ibu yang hebat. Kedua, Chika telah mengenal kita semua dan telah menjadi bagian dari hidup Chika yang begitu berharga. Makasih buat semuanya ”
Setela ucap begitu, semua sahabat-sahabat memelukku.
Terharu dan bangga memiliki sahabat seperti mereka. Walau tak ada kado istimewa
namun persahabatan ini melebihi kado istimewa.
Seminggu kemudian, ujian akhir semester dimulai. Aku berusaha keras untuk menjadi yang terbaik. Hari pertama ujian berjalan dengan lancar.
“Hai Chika, bagaimana tadi ujiannya ? ” Tanya Natalis.
“Eh nat, Puji Tuhan lancar” Jawabku sambil mengajak Natalis duduk di bangku taman sekolah.
Beberapa menit kemudian, Melianus, Alex dan Yusuf juga bergabung.
“Eh Melianus, bagimana nanti kalo kita belajar sama-sama, aku masih bingung soal MTK. Kita kan bisa diskusi sama Yusuf si jago MTK..” usul Perdi.
“ Ya, memang aku dan Melianus masih bingung matematika ” Sahut Melianus.
Lanjut alex, “ Yusuf kan jagonya di antara kita ber-5. Ide bagus tuu.. “
“bagimana Natalis, mau kan Natalis?” tanyaku sambil berharap Yusuf bisa belajarbersama.
“OK.. Ok.. Aku bisa bantu kalian semua. Eemm kira-kira dimana kita kumpulnya ? ” Tanya Yusuf.
“Di rumah Chika saja, rumah Chika kan besar ” usul Melianus.
“ Boleh, ide yang baik. Nanti kita kumpul jam berapa ? ” tanya Chika sama sahabat-sahabatnya
Belum selesai bicara, aku mulai merasa pusing bahkan sampai hampir pingsan. Benda cair mengalir dari hidungku. Darah merah pekat keluar dari hidung. Aku terkejut takut. Belum pernah aku mimisan sebelumnya.
“Astaga, Chika.. kamu kenapa? ” Tanya Natalis sambil memegang bahuku dan berusaha menghentikan darah yang mengalir dari hidungku.
“Chika kita ke rumah sakit ya..” ajak Yusuf, Perdi, Alex dan Melianus khawatir dengan kesehatanku.
“ Tidak usah, Natalis aku tidak papa. Yusuf, antar aku ke kamar mandi yah..” mintaku pada Yusuf.
Seminggu kemudian, ujian akhir semester dimulai. Aku berusaha keras untuk menjadi yang terbaik. Hari pertama ujian berjalan dengan lancar.
“Hai Chika, bagaimana tadi ujiannya ? ” Tanya Natalis.
“Eh nat, Puji Tuhan lancar” Jawabku sambil mengajak Natalis duduk di bangku taman sekolah.
Beberapa menit kemudian, Melianus, Alex dan Yusuf juga bergabung.
“Eh Melianus, bagimana nanti kalo kita belajar sama-sama, aku masih bingung soal MTK. Kita kan bisa diskusi sama Yusuf si jago MTK..” usul Perdi.
“ Ya, memang aku dan Melianus masih bingung matematika ” Sahut Melianus.
Lanjut alex, “ Yusuf kan jagonya di antara kita ber-5. Ide bagus tuu.. “
“bagimana Natalis, mau kan Natalis?” tanyaku sambil berharap Yusuf bisa belajarbersama.
“OK.. Ok.. Aku bisa bantu kalian semua. Eemm kira-kira dimana kita kumpulnya ? ” Tanya Yusuf.
“Di rumah Chika saja, rumah Chika kan besar ” usul Melianus.
“ Boleh, ide yang baik. Nanti kita kumpul jam berapa ? ” tanya Chika sama sahabat-sahabatnya
Belum selesai bicara, aku mulai merasa pusing bahkan sampai hampir pingsan. Benda cair mengalir dari hidungku. Darah merah pekat keluar dari hidung. Aku terkejut takut. Belum pernah aku mimisan sebelumnya.
“Astaga, Chika.. kamu kenapa? ” Tanya Natalis sambil memegang bahuku dan berusaha menghentikan darah yang mengalir dari hidungku.
“Chika kita ke rumah sakit ya..” ajak Yusuf, Perdi, Alex dan Melianus khawatir dengan kesehatanku.
“ Tidak usah, Natalis aku tidak papa. Yusuf, antar aku ke kamar mandi yah..” mintaku pada Yusuf.
Aku segera membersihkan hidungku yang penuh dengan
darah. Setelah itu, Natalis mengantarku pulang. Mamaku terkejut melihat wajahku
yang pucat dan bekas darah yang menempel di baju putihku.
“ Ya ampun Chika.. Kamu kenapa sayang ?” Tanya mama dengan nada .
cemas.
“ Tidak apa ma.. Chika cuma kecapean saja” jawab Natalis.
“ Tante, tadi Chika mimisan di sekolah, kita sudah mau antar Chika ke rumah sakit, tapi Chika menolak diantar ” Lanjud Natalis jelaskan pada mama.
“ Iya nak.. Makasih ya sudah antar Chika pulang” ucap mama sambil tersenyum.
“ Iya tante sama-sama. Kalau begitu aku pulang dulu tante” Natalis berpamitan dan pulang.
Sore harinya, Natalis, Melianus, Perdi, Alex dan Yusuf datang ke rumahku. Bukan untuk belajar MTK bersama, tapi mereka ingin melihat keadaanku.
“Hai Chika, bagaimana keadaanmu? ” Tanya Yusuf .
Saya yang masih terbaring di tempat tidur. Segera bangkit mensejajarkan tubuhku dengan mereka.
“ Aku sudah mulai baikan kok Yusuf “ Jawabku.
“ Oh iya, aku hampir lupa kalau sore ini kita belajar MTK bareng ” lanjudku sambil beranjak dari tempat tidur untuk mengambil buku pelajaran.
“Chika.. Kita kesini bukan mau belajar. Kita hanya mau lihat keadaan Chika. Kita mau main sama Chika. Mending Chika taru lagi buku Chika ya” Sahut Natalis meyuruh ku untuk kembali ke tempat tidur.
Kita semua mulai bercanda tawa bersama. Rasa sakitku seketika hilang. Keadaan saya sekarang lebih baik dari sebelumnya karena kedatangan mereka. Setelah berbincang-bincang cukup lama, mereka pamit untuk pulang.
Keesokan harinya, aku mempersiapkan diri untuk pergi ke sekolah. Ujian ke dua dimulai. Aku bersyukur, selama 2 hari aku mengikuti ujian dengan baik dan lancar. Tanpa ada darah dan pusing.
Lebih bersyukur lagi, ujian ketiga bisa kumulai dengan baik. Sederet soal kukerjakan dengan baik.
Wah, Tiba-tiba tanganku sulit untuk mengerakkannya, seperti membeku. Entah apa yang kurasa saat itu. Sakit ? Tidak. Ini bukan karena sakit.
Rasa khawatir mengganggu pikiranku. Ya, aku hanya khawatir tidak bisa menyelesaikan semua soal-soal ini.
“ Ya ampun Chika.. Kamu kenapa sayang ?” Tanya mama dengan nada .
cemas.
“ Tidak apa ma.. Chika cuma kecapean saja” jawab Natalis.
“ Tante, tadi Chika mimisan di sekolah, kita sudah mau antar Chika ke rumah sakit, tapi Chika menolak diantar ” Lanjud Natalis jelaskan pada mama.
“ Iya nak.. Makasih ya sudah antar Chika pulang” ucap mama sambil tersenyum.
“ Iya tante sama-sama. Kalau begitu aku pulang dulu tante” Natalis berpamitan dan pulang.
Sore harinya, Natalis, Melianus, Perdi, Alex dan Yusuf datang ke rumahku. Bukan untuk belajar MTK bersama, tapi mereka ingin melihat keadaanku.
“Hai Chika, bagaimana keadaanmu? ” Tanya Yusuf .
Saya yang masih terbaring di tempat tidur. Segera bangkit mensejajarkan tubuhku dengan mereka.
“ Aku sudah mulai baikan kok Yusuf “ Jawabku.
“ Oh iya, aku hampir lupa kalau sore ini kita belajar MTK bareng ” lanjudku sambil beranjak dari tempat tidur untuk mengambil buku pelajaran.
“Chika.. Kita kesini bukan mau belajar. Kita hanya mau lihat keadaan Chika. Kita mau main sama Chika. Mending Chika taru lagi buku Chika ya” Sahut Natalis meyuruh ku untuk kembali ke tempat tidur.
Kita semua mulai bercanda tawa bersama. Rasa sakitku seketika hilang. Keadaan saya sekarang lebih baik dari sebelumnya karena kedatangan mereka. Setelah berbincang-bincang cukup lama, mereka pamit untuk pulang.
Keesokan harinya, aku mempersiapkan diri untuk pergi ke sekolah. Ujian ke dua dimulai. Aku bersyukur, selama 2 hari aku mengikuti ujian dengan baik dan lancar. Tanpa ada darah dan pusing.
Lebih bersyukur lagi, ujian ketiga bisa kumulai dengan baik. Sederet soal kukerjakan dengan baik.
Wah, Tiba-tiba tanganku sulit untuk mengerakkannya, seperti membeku. Entah apa yang kurasa saat itu. Sakit ? Tidak. Ini bukan karena sakit.
Rasa khawatir mengganggu pikiranku. Ya, aku hanya khawatir tidak bisa menyelesaikan semua soal-soal ini.
“ Tuhan, bantu
aku. Kenapa tangan saya bisa begini ? Jika kau ingin mengambil tangan saya,
jangan sekarang. Ijinkan saya menyelesaikan soal-soal ini dulu.” Doaku dalam
hati.
Aku berusaha menenangkan pikiran. Perlahan mencoba menggerakkan tangan ini kembali. Berulang kali aku lakukan. Terus kulakukan.
Tanganku mulai bergerak. Perlahan mulai membaik. Akhirnya bisa untuk ku gerakan.
“Ah, syukurlah. Tuhan sungguh dasyat “ Gumamku dalam hati dengan penuh syukur.
Dengan mengejar sisa waktu ujian. Aku segera menyelesaikan soal-soal ujian. Usailah sudah ujian ketiga. Segera aku keluar ruangan.
Aku diamkan kejadian tadi. Tidak menceritakannya kepada sahabat-sahabatku. Juga kepada ibu di rumah. Aku takut. Mereka sangat khawatir akan keadaanku. Setelah bel pulang berbunyi, aku langsung menuju tempat parkir dan segera pulang.
Kali ini, aku tak berani menemui sahabat-sahabatku. Aku berpikir untuk segera pulang dan istirahat. Aku perlu menenangkan diri.
Sejak kejadian di taman sekolah itu, aku jadi sering mimisan. Darah yang keluar cukup banyak. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku.
Mama yang melihat hidungku penuh dengan darah, sangat khawatir dan memutuskan untuk membawaku ke Rumah Sakit.
Entah mengapa, baru kali ini aku merasa takut untuk pergi ke rumah sakit. Perjalanan menuju rumah sakit tidak terlalu banyak memakan waktu. Butuh 1 jam perjalanana untuk sampai di rumah sakit. Mama dengan segera berusaha menemui Dr. Leo. Beliau adalah kenalan mama. Jika mama sakit, biasanya lansung menemuinya.
“tok.. tok.. tok..” Mama ketok pintu.
“Iya, silahkan masuk ” Suara terdengar dari dalam ruangan.
“Ee.. Selamat Pagi ibu Anas. Mari silahkan masuk..” Sahut Dr. Leo mempersilahkan kami duduk.
Mama dan Dr. Leo memang cukup akrab, karena Dr. Leo bisa di bilang dokter keluarga kami.
“Dok, Chika akhir-akhir ini sering mimisan, dan kepalanya sering pusing” mama mulai konsultasi dengan nada cemas
“Chika, apa ada keluhan lain?” Tanya dokter Leo padaku.
“ Iya dok.. kemarin tangan Chika susah digerakan” jawab saya dengan keadaan gugup, karena mama tidak mengetahui hal ini.
“ibu Anas sebaiknya kita periksa lebih lanjut keadaan Chika.” Lanjut dokter Leo dengan serius.
saya sibawa menuju ruangan yang serba berwarna putih. Alat itu, saya tak tahu alat apa yang digunakan untuk melihat isi di dalam kepala saya. Tangan saya dingin, saya takut.
Akhirnya pemeriksaan ini berakhir sudah. Saya diijinkan keluar dari ruangan itu.
“ Ibu Anas, sebaiknya kita harus bicara. Chika, kamu keluar dulu ya. Dokter masih mau berbicara dengan mama mu ” perintah Dr. Leo.
“Baik dok” jawabku singkat.
Wah, aku jadi penasaran. Apa sih yang mau diomongin. Kok sampai aku harus keluar ? Ada apa sebenarnya ? Ah, mungkin ini tentang penyakitku. Begitu pikirku dalam hati.
Dengan segera aku berusaha keras untuk mencoba mendengarkan apa yang dibicarakan Dr. Leo dan mama.
Sayangnya, aku tak bisa mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Suara dari dalam hanya terdengar seperti berbisik. Terus berusaha lagi untuk mendengar, namun tak bisa.
“ Ahh sudahlah. Paling mama akan kasih tahu ke aku” Begitu pikirku dalam hati membiarkan pembicaraan mereka.
“Chika.. Ayo kita pulang sayang..” suara mama mengagetkanku.
“Mama, bagaimana keadaan Chika? apa yang dokter Leo bilang sama mama?” tanyaku pada mama.
“Tidak papa sayang, Chika cuma kecapean. Chika istirahat ya..” jawab mama.
Sebenarnya saya masih penasaran apa yang terjadi, tapi ya sudahlah saya tidak mau memikirkan ini terlalu lama.
Aku berusaha menenangkan pikiran. Perlahan mencoba menggerakkan tangan ini kembali. Berulang kali aku lakukan. Terus kulakukan.
Tanganku mulai bergerak. Perlahan mulai membaik. Akhirnya bisa untuk ku gerakan.
“Ah, syukurlah. Tuhan sungguh dasyat “ Gumamku dalam hati dengan penuh syukur.
Dengan mengejar sisa waktu ujian. Aku segera menyelesaikan soal-soal ujian. Usailah sudah ujian ketiga. Segera aku keluar ruangan.
Aku diamkan kejadian tadi. Tidak menceritakannya kepada sahabat-sahabatku. Juga kepada ibu di rumah. Aku takut. Mereka sangat khawatir akan keadaanku. Setelah bel pulang berbunyi, aku langsung menuju tempat parkir dan segera pulang.
Kali ini, aku tak berani menemui sahabat-sahabatku. Aku berpikir untuk segera pulang dan istirahat. Aku perlu menenangkan diri.
Sejak kejadian di taman sekolah itu, aku jadi sering mimisan. Darah yang keluar cukup banyak. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku.
Mama yang melihat hidungku penuh dengan darah, sangat khawatir dan memutuskan untuk membawaku ke Rumah Sakit.
Entah mengapa, baru kali ini aku merasa takut untuk pergi ke rumah sakit. Perjalanan menuju rumah sakit tidak terlalu banyak memakan waktu. Butuh 1 jam perjalanana untuk sampai di rumah sakit. Mama dengan segera berusaha menemui Dr. Leo. Beliau adalah kenalan mama. Jika mama sakit, biasanya lansung menemuinya.
“tok.. tok.. tok..” Mama ketok pintu.
“Iya, silahkan masuk ” Suara terdengar dari dalam ruangan.
“Ee.. Selamat Pagi ibu Anas. Mari silahkan masuk..” Sahut Dr. Leo mempersilahkan kami duduk.
Mama dan Dr. Leo memang cukup akrab, karena Dr. Leo bisa di bilang dokter keluarga kami.
“Dok, Chika akhir-akhir ini sering mimisan, dan kepalanya sering pusing” mama mulai konsultasi dengan nada cemas
“Chika, apa ada keluhan lain?” Tanya dokter Leo padaku.
“ Iya dok.. kemarin tangan Chika susah digerakan” jawab saya dengan keadaan gugup, karena mama tidak mengetahui hal ini.
“ibu Anas sebaiknya kita periksa lebih lanjut keadaan Chika.” Lanjut dokter Leo dengan serius.
saya sibawa menuju ruangan yang serba berwarna putih. Alat itu, saya tak tahu alat apa yang digunakan untuk melihat isi di dalam kepala saya. Tangan saya dingin, saya takut.
Akhirnya pemeriksaan ini berakhir sudah. Saya diijinkan keluar dari ruangan itu.
“ Ibu Anas, sebaiknya kita harus bicara. Chika, kamu keluar dulu ya. Dokter masih mau berbicara dengan mama mu ” perintah Dr. Leo.
“Baik dok” jawabku singkat.
Wah, aku jadi penasaran. Apa sih yang mau diomongin. Kok sampai aku harus keluar ? Ada apa sebenarnya ? Ah, mungkin ini tentang penyakitku. Begitu pikirku dalam hati.
Dengan segera aku berusaha keras untuk mencoba mendengarkan apa yang dibicarakan Dr. Leo dan mama.
Sayangnya, aku tak bisa mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Suara dari dalam hanya terdengar seperti berbisik. Terus berusaha lagi untuk mendengar, namun tak bisa.
“ Ahh sudahlah. Paling mama akan kasih tahu ke aku” Begitu pikirku dalam hati membiarkan pembicaraan mereka.
“Chika.. Ayo kita pulang sayang..” suara mama mengagetkanku.
“Mama, bagaimana keadaan Chika? apa yang dokter Leo bilang sama mama?” tanyaku pada mama.
“Tidak papa sayang, Chika cuma kecapean. Chika istirahat ya..” jawab mama.
Sebenarnya saya masih penasaran apa yang terjadi, tapi ya sudahlah saya tidak mau memikirkan ini terlalu lama.
Bagian
II
“dring, dring, dring, dring” handphoneku berdering.
1 message received
“ Chika, sekarang juga bisa ke taman kah ? ada yang mau aku omongin. Natalis “ Pesan dari Natalis.
“Aku jadi penasaran. Ada apa sih malam-malam disuruh ketemu di taman ? Pasti ada hal penting “Begitu pikirku dalam hati.
Aku segera membalas pesannya.
“ Ya sudah, kamu duluan ya. Tunggu aku di taman. By. Chika“
Aku segera mengambil jaket dan kunci mobil.
“Chika mau kemana ? ” Tanya mama menghentikan langkahku.
“ Ini ma, Chika mau ke taman. Ketemu Nato. Dia ajak ketemu sekarang” Jawabku yakinkan mama.
“Chika kamu harus istirahat. Kamu harus jaga kesehatan kamu” Jawab mama sedikit agak tegas.
“ Tapi ma, Chika sudah janji sama Nato. Chika tidak apa ma. Mama tenang saja yah. Aku pasti baik-baik. Please”Jawabku memohon pada mama.
Akhirnya mama mengijinkanku untuk pergi.
“Hei Natalis. Sudah lama menunggu ya.. ?” tanyaku.
“dring, dring, dring, dring” handphoneku berdering.
1 message received
“ Chika, sekarang juga bisa ke taman kah ? ada yang mau aku omongin. Natalis “ Pesan dari Natalis.
“Aku jadi penasaran. Ada apa sih malam-malam disuruh ketemu di taman ? Pasti ada hal penting “Begitu pikirku dalam hati.
Aku segera membalas pesannya.
“ Ya sudah, kamu duluan ya. Tunggu aku di taman. By. Chika“
Aku segera mengambil jaket dan kunci mobil.
“Chika mau kemana ? ” Tanya mama menghentikan langkahku.
“ Ini ma, Chika mau ke taman. Ketemu Nato. Dia ajak ketemu sekarang” Jawabku yakinkan mama.
“Chika kamu harus istirahat. Kamu harus jaga kesehatan kamu” Jawab mama sedikit agak tegas.
“ Tapi ma, Chika sudah janji sama Nato. Chika tidak apa ma. Mama tenang saja yah. Aku pasti baik-baik. Please”Jawabku memohon pada mama.
Akhirnya mama mengijinkanku untuk pergi.
“Hei Natalis. Sudah lama menunggu ya.. ?” tanyaku.
“ Maaf ya, aku
telat. Tadi mama sempat tidak mengijinkanku keluar ” lanjutku menghampiri
Natalis.
“Iya Chika tidak apa-apa“ Jawabku.
Lanjutku lagi, “ Oh iya, Nato senang Chika mau datang malam ini. Aku mau omong sesuatu. Bolehkan saya ngomong ? “ tanyaku sambil memegang tangan Chika.
“Omong saja Nato, tidak apa” Jawab chika dengan rasa ingin tahunya.
“Iya Chika tidak apa-apa“ Jawabku.
Lanjutku lagi, “ Oh iya, Nato senang Chika mau datang malam ini. Aku mau omong sesuatu. Bolehkan saya ngomong ? “ tanyaku sambil memegang tangan Chika.
“Omong saja Nato, tidak apa” Jawab chika dengan rasa ingin tahunya.
“Hemm.. Begini
Chika. Sebenarnya saya suka sama kamu. Dari dulu sebernanya. Maaf, saya harus
bilang sekarang perasaan ini ke kamu” lanjud Natalis dengan serius.
Aku tidak perna melihat Nato serius sperti ini
sebelumnya. Mungkin ini keluar dari hatinya yang paling dalam. Begitu pikirku
sejenak.
“ Kamu sadar apa yang kamu bilang tadi ? Kamu
serius ? ” Tanyaku sedikit tidak percaya.
“aku serius Chika. Aku mau kamu jadi kekasihku ” Jawab Natalis serius mengharapkan jawaban dariku.
“aku serius Chika. Aku mau kamu jadi kekasihku ” Jawab Natalis serius mengharapkan jawaban dariku.
“Hemmm.. Gimana
ya ?” Sahutku bingung memberikan penjelasan.
Natalis orangnya baik dan sangat perhatian dari sahabat-sahabatku yang lain. Rasanya, aku sangat dekat padanya. Dia dewasa dan berwibawah.
Mendengar permintaannya aku jadi bingung.
“ Nat, sebenarnya aku juga suka sama kamu ? “ jawabku apaadanya.
Natalis orangnya baik dan sangat perhatian dari sahabat-sahabatku yang lain. Rasanya, aku sangat dekat padanya. Dia dewasa dan berwibawah.
Mendengar permintaannya aku jadi bingung.
“ Nat, sebenarnya aku juga suka sama kamu ? “ jawabku apaadanya.
“ Namun
bagaimana sahabat bisa jadi kekasih hati ? Apa kata sahabat-sahabat kita yang
lain ? Apakah mereka mau menerima apa yang terjadi di antara kita ?”
Tanyaku sedikit ragu.
“ Mereka pasti setuju Chika. Kami tetap sahabat. Kita akan selalu mendukung antara satu sama lain. Kamu ingat janji cinta kita kan? ” jawab Natalis meyakinkanku.
Aku mengenalnya. Tanpa berpikir panjang, aku menerimanya sebagai kekasih.
Bagian III
Malam ini, malam yang indah. Rasa yang terpendam akhirnya kerukir manis. Dinginnya malam tak seberapa harangatnya kedekatanku padanya. Itu yang kami rasa malam ini.
Aku bahagia bisa bersama orang yang aku suka. Sekarang dia menjadi kekasih hatiku. Wah, senangnya. Begitu terasa di dalam hati.
Terpikir lagi bilan bersamnya terus akan lebih menyenangkan.
Semua sahabatku engetahui kedekatan kami. Perasaan malu datang bertubi-tubi menghampiri lubuk hati. Pertanyaan-pertanyaan itu terus keluar dari dalam hati. Kuatir akan tanggapan dari sahabat-sahabatku. Rasa malu hati dan takut membuatku gugup.
“Apa kata mereka nanti ya ?” pertanyaan itu dating lagi dalam hati.
Kayanya ini sedikit mengganggu.
Kami sering-sama-sama. Berdua dan bermesraan. Kedekatan kami sangat dekat. Bahkan mungkin hampir melupakan sahabat-sahabat yang lain. Memang indah bila saling berbagi kasih sayang. Perhatian dan saling peduli.
“ Mereka pasti setuju Chika. Kami tetap sahabat. Kita akan selalu mendukung antara satu sama lain. Kamu ingat janji cinta kita kan? ” jawab Natalis meyakinkanku.
Aku mengenalnya. Tanpa berpikir panjang, aku menerimanya sebagai kekasih.
Bagian III
Malam ini, malam yang indah. Rasa yang terpendam akhirnya kerukir manis. Dinginnya malam tak seberapa harangatnya kedekatanku padanya. Itu yang kami rasa malam ini.
Aku bahagia bisa bersama orang yang aku suka. Sekarang dia menjadi kekasih hatiku. Wah, senangnya. Begitu terasa di dalam hati.
Terpikir lagi bilan bersamnya terus akan lebih menyenangkan.
Semua sahabatku engetahui kedekatan kami. Perasaan malu datang bertubi-tubi menghampiri lubuk hati. Pertanyaan-pertanyaan itu terus keluar dari dalam hati. Kuatir akan tanggapan dari sahabat-sahabatku. Rasa malu hati dan takut membuatku gugup.
“Apa kata mereka nanti ya ?” pertanyaan itu dating lagi dalam hati.
Kayanya ini sedikit mengganggu.
Kami sering-sama-sama. Berdua dan bermesraan. Kedekatan kami sangat dekat. Bahkan mungkin hampir melupakan sahabat-sahabat yang lain. Memang indah bila saling berbagi kasih sayang. Perhatian dan saling peduli.
Mereka tahu. Semua sahabat-sahabat mengetahui kedekatan kami. Mereka awalnya kaget mendengarnya dan tidak percaya. Kami menjelaskan kepada mereka bahwa kami saling mencintai.
“ Apa yang terjadi, apapun keadaanya, kami adalah sahabat. Kami harus mendukung dan percaya “ Ucap Alex.
Mereka setuju dan mendukung hubungan kami. Ya, apapun yang terjadi, kami adalah sahabat. Itu hal yang terpenting dalam persahabatan kami.
Kasih sayang kami terus tumbuh. Dia sosok pria yang selalu pengertian dan peduli padaku. Apapun keadaanku, dia yang selalu ada menjadi yang pertama. Dia menjadi pria kebangganku.
Berjalannya waktu. Cinta ini terus tumbuh. Rindu dan sayang hanya ada padanya. Aku sangat menyayangi dan mencintainya. Diapun merasakan hal yang sama.
Hari-hari kujalani dengan ceria bersama mereka. Suatu waktu ada yang berbeda dari tubuhku. Ada yang lan dari tubuhku. Tanganku sering tidak bisa digerakkan dan kepalaku menjadi sering pusing. Saat aku menanyakan penyakitku pada mama, dia hanya diam tak mampu menjawab pertanyaanku.
Hingga suatu hari, keadaanku semakin memburuk. Wajahku pucat, darah yang keluar dari hidung juga semakin banyak dan tak dibendung lagi. Mama membawaku ke rumah sakit. Aku harus dirawat nginap.
Sahabat-sahabatku bersamaku, juga sayangku Nato. Mereka memberiku semangat agar lekas sembuh.
Hari berganti hari. Sudah beberapa minggu saya di rumah sakit. Sahabat-sahabatku selalu saja bersamaku. Mama yang melihat kondisiku, sangat sedih. Karena tak tega menyembunyikan semua ini kepadaku. Mama memberitahukan penyakit yang kuderita.
“Chika, maaf sayang mama harus kasih tahu penyakit kamu. Kamu kena penyakit kanker “ Sahut mama sambil nangis sedih melihat keadaanku.
Aku kaget mendengarnya.
“ Kamu yang kuat ya sayang. Sabar dan berdoa. Tuhan pasti sembuhkan sakit Chika “ Lanjut mama membujukku untuk tidak takut pada sakit.
“Iya ma“ Jawabku dengan suara pelan.
Ternyata selama ini aku mengidap penyakit kanker. Aku tahu, umurku tidak akan lama lagi. Tubuhku semakin kurus, dan wajahku pun sangat pucat.
Satu-satunya pengobatan yang harus dilakukan adalah cemoterapy. Penyakit ini membuatku tak tahan dengan rasa sakitnya. Sakit sekali rasanya. Tapi aku terus berjuang melawannya.
Natalis yang tahu dengan keadaanku yang sebenarnya, semakin memperhatikanku. Aku tak tega melihatnya, aku tak mau dia punya kekasih hati seperti diriku. Aku mencoba memintanya untuk memutuskan hubungan cinta ini, tetapi dia tetap bersikeras untuk tetap mencintaiku.
Perdi, Melianus, Alex, dan Yusuf selalu bersamaku. Memberiku kekuatan dansemangat. Satu hal yang membaut aku bertahan kuat karena kehadiran mereka.
“Kalian tidak boleh sedih ya, kalau suatu saat nanti aku harus pergi. Aku titip mamaku. Jaga dia ya.. ” Ucapku.
“ Chika, kamu tidak boleh omong seperti itu. Kamu harus jaga mama kamu sendiri, kamu pasti sembuh Chika ” Jawab Yusuf sambil memegang tanganku.
“Natalis, kamu adalah cinta terbaik dalam hidupku. Kamu harus cari cewe lain. Kamu harus bahagia bersamanya” Ucapku sambil meneteskan air mataku.
“Tidak sayang, kamu yang bisa buat aku bahagia, hanya kamu” Jawab Nato.
Aku tak tahu sampai kapan aku akan bertahan. Aku tak mau ada air mata. Aku hanya bisa menuliskan cinta kita di buku harian ini.
Kini keadaanku sangat memburuk. Tubuhku tak mau lagi berkompromi. Organ-organ tubuhku menolak untuk diberi obat. Darah segar selalu mengalir dari hidungku. Rambutku sekarang juga semakin sedikit.
“Tuhan, aku rela jika kau ambil nyawaku sekarang. Tiba-tiba semuanya gelap, aku melihat seberkas cahaya putih disana. Mataku mulai terpejam dan…
“ Selamat tinggal mama..
“ Chika, kami menyayangimu, kenapa kamu cepat sekali tinggalkan kami ” Ucap yusuf nangis.
“Aku akan merindukanmu Chika. Aku tahu, sekarang kamu tidak perlu merasakan sakit lagi. Selamat jalan ika. Aku mengasihimu sayang.. “
“Nak Natalis, sebelum Chika meninggal, Chika titip surat ini ke mama” Ucap Mama Chika.
Aku membuka surat itu dengan hati-hati. Aku membacakannya untuk kami semua.
Dear my best Friend
Sebelumnya terima kasih sudah memberi warna dalam hidupku.
Suatu kebahagiaan yang luar biasa mengenal kalian.
Aku sangat menyayangi kalian.
Saat raga ini tak mampu lagi menopang tubuhku, kalian datang untuk menopangnya.
Ketika tubuhku melemah, kalian datang memberi tumpuan agar aku tetap mampu untuk berpijak.
Saat nafas ini tak lagi bersamaku, aku ingin kalian tetap tersenyum.
Satu hal yang harus kalian tahu, aku selalu ada di hati kalian.
Natalis, terimakasih telah memberi warna yang berbeda di hidupku.
Telah mengijinkan aku merasakan apa itu cinta yang sebenarnya.
Aku sangat merindukanmu Nato.
Maaf aku belum bisa memberi yang terbaik untukmu sayangku.
Carilah wanita yang baik yang dapat memberi kebahagiaan di luar sana.
Aku selalu ada di hati kamu Nato.
oh iya, aku boleh minta 1 permintaan.
Jaga mama baik-baik yah, aku percaya kepada kalian
hanya itu permintaanku.
Setelah membaca surat itu, semuanya menangis hingga berpelukan. Aku tak mampu membendung air mataku. Tidak percaya dengan kejadian yang sedang terjadi. Rasanya tak tahan hadapi ini.
“Aku janji Chika, aku akan jaga tante Anas baik-baik, aku janji“ Sahut Natalis.
Aku mengantar Chika ke peristirahatan terakhirnya. Aku yakin, dia pasti tenang bersama bapa di sorga sekarang. Aku masih bisa melihat pancaran senyumnya.
“Aku sangat merindukanmu Chika, cintaku ” ucapku untuk yang terakhir kalinya.
Tak
seorang pun yang sempurna selain Tuhan.